Udah punya jajan sendiri-sendiri :-) |
Beginilah kalau lahir di Jakarta, walaupun ibu saya orang Solo, saya
lebih banyak berbicara dengan bahasa Indonesia. Saya hanya menguasai sangat
sedikit bahasa Jawa, karena sehari-hari, ibu saya jarang berbicara dengan
bahasa Jawa. Katanya, kasihan ayah saya (orang Betawi), tidak bisa mengikuti
pembicaraan, hehehe….
Nah, kemudian saya menikah dengan orang Sunda. Akibatnya bisa ditebak,
anak-anak saya juga terbiasa berbicara dengan bahasa Indonesia, karena suami
segan berbahasa Sunda. Istrinya hanya mengerti sedikit, sedangkan di rumah
hanya bertemu dengan istri. Mau bicara bahasa Sunda dengan anak-anak juga
segan. Wah, gawat! Lama-lama, bahasa Jawa dan bahasa Sunda ini bisa hilang dari
peredaran keluarga kami. Apalagi adik-adik saya juga menikah dengan lelaki yang
sejak kecil tinggal di Jakarta.
Bisa dikatakan, kami tidak menggunakan bahasa daerah dalam percakapan
sehari-hari. Paling hanya sekata-dua kata. Ironis, ya. Sekarang, saya lebih
sering pulang ke rumah mertua yang senantiasa berbahasa Sunda. Ada satu pepatah
Sunda yang menyentil. Bunyinya: ngeduk
cikur kedah mihatur, nyokel jahe kedah micarek. Apa itu artinya? Sewaktu
saya tanyakan ke suami, dia juga tidak tahu arti persisnya, tapi maknanya
adalah: “kalau ingin mengambil sesuatu, harus seijin empunya.”
Benih korupsi itu tumbuh bila kita tak menanamkan peribahasa tersebut
sejak dini kepada anak-anak. Mereka jadi tidak bisa menghargai hak milik orang lain.
Makanya, sejak kecil anak-anak sudah harus diajarkan konsep hak milik, termasuk
kepada saudara kandungnya sendiri. Misalnya, kalau beli sesuatu untuk
anak-anak, orang tua harus menjelaskan, mana milik si Kakak, dan mana milik
adiknya. Kalau mau meminta atau meminjam punya saudaranya, harus minta ijin.
Jangan sampai ada perebutan hak milik karena tidak adanya batasan yang jelas.
Konsep kepemilikan bersama secara mutlak itu bukan ajaran Islam. Bayangkan
kalau kita menganut konsep kepemilikan bersama, dimana semua barang adalah
milik bersama. Bisa-bisa, barang milik tetangga, kita ambil dengan seenaknya
karena dianggap barang bersama. Kita
juga tidak punya hak milik. Apa enaknya hidup, kalau tak punya hak milik?
Penanaman konsep hak milik itu juga akan menyemangati seseorang untuk
bekerja keras, karena dia tahu bahwa dia baru bisa memiliki sesuatu kalau
berusaha. Jika sudah jelas tentang konsep hak milik, kita harus menghargai
barang milik orang lain. Kalau mau mengambil atau meminjam, harus bilang.
Jangan main ambil saja.
Beberapa waktu lalu, anak saya, Ismail, tiba-tiba langsung meminum
minuman yang saya ambil untuk saya. Saya cepat-cepat melarangnya. Lho, masa
anak mau minum saja dilarang? Bukan begitu. Larangan itu bukan berarti saya
tidak membolehkannya minum, tapi saya mengajarinya untuk meminta ijin karena
minuman itu bukan punya dia.
“Eh, Kakak.. itu kan minum Mamah,” kata saya.
Ismail senyum-senyum sambil menahan diri untuk minum. Lalu, saya
memberikan pengertian.
“Kalau mau mengambil punya orang, harus bilang dulu ya…. Jangan langsung
ngambil…..”
“Iya, Ismail mau minum,” akhirnya dia meminta ijin, dan tentu saya
membolehkan. Ke depannya saya berharap, Ismail terus mengingat nasihat itu. Bukan
sekadar untuk hal-hal kecil seperti air minum. Ini juga mengajari anak untuk
tidak mencuri. Anak-anak akan tahu bahwa barang yang bukan miliknya, tidak
boleh diambil sesukanya. Dia harus ijin dulu, dan kalau tidak diberi ijin ya
tidak boleh memaksa.
Hal ini tidak berlaku untuk barang-barang yang memang sudah
dideklarasikan sebagai milik bersama, lho. Tidak dipungkiri bahwa kita memiliki
barang pribadi dan barang sosial. Barang sosial, maksudnya, barang yang bisa
dipakai bersama-sama. Jadi, sudah tidak perlu ijin lagi untuk menggunakannya. Misalnya,
air untuk mandi atau buang air besar dan kecil, televisi milik bersama, makanan
untuk keluarga (bukan yang sudah ada di piring orang lain), dan sebagainya.
Pokoknya, barang-barang yang sudah disepakati sebagai milik bersama, ya tidak
perlu ijin lagi.
Semoga anak-anak, kelak menjadi anak yang bisa menghargai hak milik
orang lain.
------------
Konsep hak miliknya menarik Mak, dan memang berguna sekali untuk anak-anak kita di masa depan ya.
ReplyDeletemembaca ini, saya juga jadi inget ama diri sendiri. bapak saya orang madura, tapi malah saya ngga familiar bahasa bapak . :)
ReplyDeleteAaak... ikutan GA Belalang Cerewt ya mak.. Sip, siiip... budaya daerah memang kudu kita kenalkan ke anak2 yaa...
ReplyDeleteiya juga ya bun...pepatahnya makjleb..semua harus di mulai dari keluarga...good luck bun..
ReplyDeletenek boso jowone opo yo, Mbak?
ReplyDeleteBener- bener, ijin dulu kalau mau ambil barang milik orang lain.
ReplyDeletejadi inget, beberap akali ditegur si anak karena pake barangnya di tanpa izin.. padahal emaknya juga yg ngajarin :D
ReplyDeletebetul ya mak, anak2 harus diajarkan konsep seperti itu
ReplyDeletekita kebalikan ya mbak, aku suami yang jawa :)
ReplyDeleteTernyata.... kampung halaman orangtua kita sama-sama di Solo :)
ReplyDeletesebagai orang sunda, saya malu... koq gak tau ya peribahasa ini? :))
ReplyDeleteNah, harus belajar utk terus menanamkan prinsip ini pada anak2 deh. Masih pada suka saling serobot nih mereka, ya makanan, ya mainan, ya buku, duuuhh... tiap hari pasti bertengkar terus gara2 itu :)
ReplyDelete