Friday 15 January 2016

Best Moment 2015: Writerpreneur

"Apa benar kita bisa hidup dari menulis?"

Banyak orang yang menanyakan hal itu kepada para penulis. Benarkah kita bisa mendapatkan penghasilan yang mencukupi kebutuhan sehari-hari dari menulis? Bagi sebagian penulis, ya benar. Bagi sebagian penulis lainnya, tidak begitu benar.  Bagi saya? Hem, beruntung saya ditakdirkan menjadi seorang istri dari suami yang bertanggung jawab untuk kehidupan saya dan anak-anak. Saya mendapatkan uang nafkah bulanan dari suami yang cukup. Saya tidak tahu bagaimana kalau tidak mendapatkan uang nafkah bulanan dari suami, apakah penghasilan saya dari menulis itu bisa mencukupi? 


Well, seorang teman saya sudah membuktikan bahwa dia bisa hidup dari menulis meskipun sudah tak bersuami, memiliki anak-anak, dan penghasilannya betul-betul hanya dari menulis. Tentu saja, keterampilan Writerpreneurship dibutuhkan bagi para penulis jika ingin mendapatkan penghasilan yang cukup dari menulis. Writerpreneurship adalah wirausaha menulis, membisniskan menulis. Agar sukses sebagai Writerpreneur, maka seorang penulis tidak hanya berfokus pada satu jenis tulisan saja, tetapi harus dapat merambah pada banyak jenis tulisan, entah itu menulis buku, menulis di media massa, menulis di media sosial (seperti blog), menjadi konsultan penulis, menjadi editor lepas, dan sebagainya. 

Teman saya, yang saya sebutkan di atas itu, tak hanya menulis buku tetapi juga sering mengikuti lomba blog dan menjadi editor lepas di beberapa penerbit. Kadang-kadang dia juga mengirim tulisannya ke media massa. Dia bisa hidup dari menulis. Alhamdulillah, menjadi seorang Writerpreneur adalah Best Moment saya di tahun 2015. Saya bisa menghilangkan hambatan ketidakpercayaan diri untuk keluar dari satu jenis tulisan. Tadinya, saya lebih fokus menulis buku, tetapi kemudian saya menghadapi kenyataan bahwa penghasilan dari menulis buku belum bisa memenuhi estimasi. Maka, saya berusaha melebarkan sayap. Dimulai dari tahun 2012, saya menulis di blog dan mengikuti berbagai kompetisi menulis di blog. 

Tentunya, bukan suatu lompatan yang mudah dari yang mulanya menulis buku lalu pindah ke blog. Sindiran dan cibiran dari rekan-rekan penulis buku yang masih bertahan dengan idealismenya, kerap terdengar. Seperti anggapan bahwa menulis di blog itu tidak idealis, tetapi materialistis. Menulis buku lebih keren daripada menulis di blog. Menulis di blog itu gampang, siapa saja bisa melakukannya. Tinggal publish. Tak ada editor maupun redaktur. Kita ini penulis buku, sastrawan, bukan penulis blog. Menulis di blog itu asal nulis, tidak butuh direnungkan. Saya bosan membaca review-review produk di blog, enakan juga baca buku. Dan banyak lagi cibiran yang dilayangkan kepada para penulis blog. Jadi, jika penulis buku berubah menjadi penulis blog, itu artinya suatu kemunduran. Sampai-sampai seorang teman bertanya dengan tajam kepada saya, 

"Kita ini worth it gak sih jadi blogger? Kok aku ngerasa waktuku untuk nulis (buku) jadi berkurang ya gara-gara nulis di blog?" 

Aduh, jujur saya bingung kalau sudah begitu. Saya tidak pernah memikirkan hal-hal seperti itu. Bagi saya, yang penting menulis, di mana pun medianya. Mau di blog, buku, media massa, selama bisa menyebarkan ide, pikiran, dan kebaikan, mengapa tidak? Apalagi menulis di blog juga bagian dari Writerpreneurship. Pengalaman saya memenangkan berbagai hadiah dari lomba menulis di blog, telah mewujudkan beberapa mimpi yang selama ini masih berada di atas awan. Saya juga mendapatkan lebih banyak teman dan jaringan. Dan yang pasti, blog bisa menjadi sarana untuk Personal Branding. Toh, saya juga masih menulis buku karena itu sudah menjadi bagian hidup saya sejak belasan tahun lalu.

Tahun 2015, saya masih mendapatkan kesempatan untuk memenangkan beberapa kompetisi menulis di blog. Alhamdulillah. Lalu, apa lagi? Baiklah, karena memenangkan lomba blog sudah dimulai dari sejak tahun 2012, maka itu bukan hal yang luar biasa lagi. Best Moment saya di tahun 2015, yang semakin memantapkan saya di bidang Writerpreneurship ini adalah: Menjadi Konsultan Penulis. 

Beberapa Hadiah Lomba Blog Tahun 2015 







Awal tahun 2015, saya dan seorang teman, memberanikan diri membuat Kursus Menulis Novel, "Smart Writer." Bagi kami, itu sebuah keberanian yang luar biasa, karena kami belum sekelas penulis-penulis novel bestseller. Namun, karena ada beberapa surat elektronik yang masuk menanyakan tentang cara menjadi penulis sampai meminta dikoreksi naskahnya, kami berpikir untuk menjadikan konsultasi novel itu lebih profesional. Mengapa? Sebab, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, tentu kami butuh waktu. Apalagi kalau diminta mengoreksi naskah, kami harus membaca berlembar-lembar naskah. Sementara kami harus menulis karya sendiri, alhasil kami mengoreksi sekenanya. 

Tak disangka, ketika Smart Writer diluncurkan, cukup banyak calon penulis yang mendaftar, bahkan beberapa diantaranya sudah pernah menulis buku juga.  Berhubung ini kelas profesional, tentu ada biayanya. Saya pun benar-benar meluangkan waktu untuk membimbing para peserta hingga berhasil menyelesaikan novel mereka. Para peserta juga lebih menghargai usahanya untuk belajar, karena mereka telah membayar. Kalau mereka tidak serius, sayang uang yang telah dikeluarkan untuk membayar kami. Ke depannya, mudah-mudahan kami bisa konsisten menjalankan bisnis ini. 
Testimoni peserta Kelas Novel "Smart Writer"

Ya, menjadi Writerpreneur adalah jawaban dari pertanyaan, "Apakah penulis bisa hidup dari menulis saja?"







7 comments:

  1. Teruslah menulis mba, menulis di blog juga harus mikir banyak baca kdg survey sana sini. Wlpun ada satu dua postingan curhat, rejeki dtang bisa darimana saja.

    ReplyDelete
  2. Kereennn ih mb elaa... ^____^
    Klo bikin buku, uda sejak sma pingiiin bgt bikin...tp baru sebatas nulis di buku tulis..ampe dulu sempet punya 3 cerita , masing masing ditulis sampe finish halaman sidu buku sekolah

    ReplyDelete
  3. wkwkwkwk, ada wajah dan namaku lagi di siniii :D :D *numpang ngetop*

    ReplyDelete
  4. wah senangnya semua makin bnayka rezeki di tahun ini ya mak ;)

    ReplyDelete
  5. Menulis, agar bisa mencicipi hidup dua kali, saat momen berlangsung dan untuk instropeksi diri ~Anains Nin~

    ReplyDelete
  6. Masih ingat pertama kali menerima cerpen Ela dan memuat di majalah Karima :-)
    Nyaris lima belas tahun yang lalu...

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^