Anak-anak senang loncat-loncat di atas kasur |
Keluarga kami sudah terbiasa
berakhir pekan di luar rumah, entah mengunjungi obyek wisata, mall, atau
silaturahmi ke rumah saudara. Maklum, sehari-hari saya hanya di rumah, sebagai
ibu rumah tangga. Jadi, kalau akhir pekan, maunya jalan-jalan. Suami saya juga
tipe orang yang tidak betah di rumah. Anak-anak pun hapal, kalau akhir pekan
pasti minta jalan-jalan. Namun, belakangan ini kami harus berhemat. Ya, biarpun
hanya jalan-jalan ke mall, tetap ada biayanya. Minimal ongkos bensin Rp 100
ribu, ongkos makan siang di food court
Rp 150 ribu. Sering kali kami bertekad tidak akan belanja, tapi toh akhirnya
mampir juga ke Swalayan untuk belanja sembako.
Rasanya aneh ketika di hari Sabtu
itu, suami saya berkata, “Hari ini kita gak jalan-jalan ya…. Gak ada uangnya….”
Sebenarnya saya sudah paham, kondisi keuangan sedang tidak memungkinkan untuk
bersenang-senang. Kami baru saja merenovasi rumah yang biayanya ditutup dengan
meminjam saudara. Suami harus melunasinya. Belum lagi membayar cicilan-cicilan
kredit rumah, mobil, dan lain-lain. Uang gaji langsung habis dalam sekejap.
Saya memang memegang uang belanja kebutuhan sehari-hari, tapi sudah dicukupkan
untuk sebulan. Kalau sampai defisit, bisa-bisa di akhir bulan, kami tidak
makan. Anak-anak yang sudah saya pakaikan baju bagus, bertanya, “Mah, kita mau
jalan-jalan, ya?” Saya hanya
mengembuskan napas panjang, sambil menggelengkan kepala.
Hari itu sungguh tidak
menyenangkan. Saya juga sudah merasa jenuh di rumah terus. Suami dan anak-anak
pun terlihat lesu. Rumah kami memang terletak di komplek perumahan yang sepi,
jadi memang membosankan kalau di rumah terus. Bukan main tidak enaknya perasaan
saya. Kegiatan jalan-jalan adalah salah satu sarana untuk mendekatkan hati
kami. Suami saya selalu berangkat pagi dan pulang malam. Anak-anak pernah
“tidak mengenal” ayahnya, saking jarangnya bercengkerama. Kalau di rumah pun,
suami saya lebih sibuk dengan gadget atau televisi. Jadi, kapan lagi kami bisa
mendekatkan hati?
Daripada bad mood, saya ke dapur saja. Melihat-lihat isi kulkas, ada apa ya?
Syukurlah masih ada tepung, beberapa butir telur, sisa margarin, keju, dan
meisis. Saya terpikir untuk membuat kue. Sambil menunggu kue matang, saya membuat teh
manis dari Sari Wangi. Sidiq suka banget teh manis. Kalau melihat ada bungkus
Sari Wangi, pasti dia minta dibuatkan teh. Satu jam kemudian, saya menemui
suami dan anak-anak yang sedang menonton televisi dengan lesu. Acara televisi
juga membosankan. Suami menonton televisi sambil memainkan BB-nya. Anak yang
sulung juga asyik dengan Tablet, dan yang tengah memainkan I Phone. Aiih…
memiliki banyak gadget seperti itu justru membuat kami kehilangan komunikasi.
Televisi sepertinya tidak
ditonton, jadi saya matikan saja. “Nih, lihaaat… Mama bikin kueee…” seru saya,
seraya memperlihatkan kue kukus pelangi (tapi warnanya hanya merah dan hijau).
Anak-anak senang sekali, dan tanpa sadar meninggalkan gadgetnya. Saya
menuangkan teh manis Sari Wangi ke cangkir mereka, satu per satu. Suami saya
masih memainkan BB-nya, sampai dia meletakkannya karena baterainya habis. Dia
ikut mengambil kue dan meminum teh manis. Lima belas menit saja waktu yang
dibutuhkan untuk kehangatan ini. Kue yang hilang dalam sekejap dan cangkir teh
yang kosong. Anak-anak berceloteh tentang apa saja. Ah, senangnya mendengarkan
cerita mereka. Tak perlu ke mall untuk mendapatkan kehangatan ini.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini disertakan dalam Momen 15 menit Sari Wangi. Yuk, ikutan juga. Jangan llupa vote tulisanku ya, Maks :D
http://mari-bicara.com/momen/weekend-murah-dan-hangat.html
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^