Monday, 21 October 2013

Mengenang Kisah Bersama Ayah

Saya dan Ayah

Sore kemarin, ketika saya sedang memasak, ponsel bergetar menandakan ada telepon masuk. Ayah, itulah nama yang tertera di display. Bukan suami saya, melainkan kakeknya anak-anak, yaitu ayah saya. Suaranya terdengar lemah, saya sudah menduga, pasti sakit lagi. Ayah memang menderita diabetes dan tekanan darah tinggi. Sudah dua kali ke dokter, tetapi rasa pusing yang dideritanya belum reda juga.

Friday, 18 October 2013

Anakku Sehat Tanpa Dokter: Lepaskan Ketergantungan dari Berobat ke Dokter

credit

Judul: Anakku Sehat Tanpa Dokter (ASTD)
Penulis: Sugi Hartati, S.Psi
Penerbit: Stiletto Book, April 2013
Halaman: 201
ISBN: 978-602-7572-14-0
Harga: Rp 40.000

Terakhir kali saya pergi ke dokter anak, rasanya mengesalkan sekali. Saya harus menunggu berjam-jam hanya untuk mendapatkan bagian lima menit memeriksakan kondisi anak saya dan mendapatkan resep dokter.  Mengantri di dokter anak adalah pekerjaan menjemukan. Entah di dokter anak yang mana saja, selalu mengantri. Sepertinya banyak orang tua yang percaya bahwa anak sakit, harus ke dokter, walaupun penyakitnya umum, semacam flu, batuk, dan pilek.

Monday, 14 October 2013

Tak Perlu Tepuk Tangan dan Pujian untuk Sebuah Kebanggaan


Apa arti kebanggaan buat saya?

Kebanggaan itu ketika melihat Ismail mengikuti lomba peragaan busana di acara kartinian di sekolahnya.  Ismail adalah anak sulung saya. Usianya 6 tahun, bulan Desember nanti. Saya tak begitu mempersiapkan busananya, yang penting dia ikutan. Melihatnya bisa tampil di depan guru dan teman-teman sekolahnya saja sudah membuat saya senang, karena dia jarang bergaul dan cenderung pemalu. Busananya biasa saja, karena saya sudah kehabisan saat memesan di jasa persewaan baju adat. Saya tak memikirkan dia menang atau kalah, yang penting dia sudah maju ke depan. Pada akhirnya, dia memang tidak menang. Hanya mendapatkan piala keikutsertaan yang saya tebus dengan biaya keikutsertaan sebesar Rp 20.000.

Thursday, 10 October 2013

Tiga Gaya Hijab Tanpa Banyak Biaya


Sejak menjadi ibu rumah tangga dan memiliki tiga anak balita, saya cenderung suka memakai hijab instan atau pashmina, sampai-sampai  koleksi hijab segi empat pun menganggur.  Sebagian ada yang saya hibahkan, sebagian lagi masih tersimpan karena siapa tahu kapan-kapan saya pakai lagi. Dulu waktu masih gadis, saya memang lebih banyak pakai hijab segi empat dengan brosnya. Gak terasa repotnya sih, asik-asik aja. Begitu punya anak, kok ya repot memakainya. Belum lagi kalau anak-anak meraih brosnya atau menarik-narik hijabnya, susah benerinnya lagi. 

Drama Pagi dan Malam oleh Anak-anak Saya

Setiap pagi menjelang berangkat ke sekolah, dan malam hari menjelang tidur, pasti ada saja drama yang dipentaskah oleh anak-anak saya, membuat mamanya harus tarik urat leher untuk beberapa lama. Drama pagi, seringnya sih anak-anak gak mau ke sekolah dengan berbagai alasan. Padahal waktu untuk mempersiapkan mereka amat terbatas, secara keduanya masih harus dimandikan, dipakaikan baju, dan disuapi makan. 

Thursday, 3 October 2013

Kuingin Selalu Menyebutmu "Cinta"


“Mamah dan Ayah jatuh cinta, terus jadi keluar bayi…..”

Saya menoleh mendengar Ismail bercerita seperti itu kepada neneknya. Maiiiil…. Ngapain juga ngomong gitu ke Nenek??? Tadinya, Ismail (6 tahun), saya suruh telepon neneknya. Dari ngobrol-ngobrol yang masih wajar, tiba-tiba saja dia ngomong begitu ke neneknya. Namanya juga anak-anak, kalau ngomong  suka lompat-lompat. Tapi, kalau cerita “Mamah dan Ayah jatuh cinta, terus jadi keluar bayi” itu rasanya… seperti bukan sesuatu yang bagus buat diomongin, wkwkwkwk….

Tuesday, 1 October 2013

Aduh, Susahnya Bikin Bento!


“Bu, ini bekalnya gak dimakan. Kasihan, katanya….”

Masih saya ingat ekspresi Bu Win, salah seorang guru PAUD anak saya, Sidiq, menunjukkan bekal makan Sidiq yang masih penuh. Setahun yang lalu, Sidiq baru berusia 3,5 tahun dan saya mencoba memaasukkannya ke PAUD dekat rumah (walau akhirnya berhenti lagi karena mogok sekolah).  Peraturan PAUD meminta para wali murid membawakan bekal makan yang sehat untuk anak-anak. Harus saya akui bahwa saya bukan Ibu yang telaten dalam urusan bekal makanan. Apalagi saat itu baru punya bayi (anak ketiga) dan tidak ada asisten. Di awal masuk PAUD, saya memberikan makanan ringan sebagai bekal. Akibat peraturan itu, saya harus menyiapkan makanan berat (nasi dan lauk pauk).