Wednesday 10 September 2014

Seandainya Semua Anak Diasuh Robot Arpo

Seandainya Semua Anak Diasuh Robot Arpo
Sumber gambar: Arpo



"Arpoo! Arpoo!" anak-anak saya segera berlarian ke lantai atas--tempat di mana televisi disimpan--begitu jarum jam menunjukkan pukul 6 sore. Ada apa sih? Setelah salat Magrib, saya mengikuti anak-anak ke atas. Mereka asyik menyaksikan tayangan film kartun dari Korea. Kelihatannya kartun yang aman. Saya ikut duduk dan menyaksikan. Adegan seorang ibu yang sedang membuat sarapan pagi. Bedanya, ibu ini berpakaian kantor. Ibu itu punya tiga anak: satu perempuan dan dua lelaki. Yang bungsu laki-laki masih bayi, namanya Daniel. 


Si bayi Daniel kelihatannya bermasalah. Si Ibu kelimpungan menggendongnya. Cara menggendongnya seperti bukan lazimnya menggendong bayi, melainkan dengan mengangsurkannya ke depan seakan-akan si ibu jarang menggendong bayi. Si ibu mengajak bayinya berputar-putar (sepertinya Daniel mau muntah dan ibunya mencari tempat yang bagus sebagai sasaran muntahan Daniel). Heran saya, kenapa gak dibawa ke kamar mandi saja? Bahkan, sewaktu Daniel mau muntah di wastafel, ibunya malah bilang, "Eh jangan, jangan di situ!" Tahu apa yang terjadi? Daniel malah muntah di makanan sarapan milik kakaknya. Dan kakaknya yang memang gak suka dengan menu sarapan ibunya (apakah ibunya juga gak bisa masak?), malah kesenangan karena gak jadi sarapan, yeaaay!

Kemudian, ibu dan ayah pun berangkat ke kantor. Daniel berada di bawah pengasuhan Arpo, si robot. Ya, Arpo, robot pengasuh bayi. Dari situ, saya mulai berpikir. Ini bukan kartun biasa. Oke, masalah kembali dimulai. Arpo melempar bayi Daniel ke atas, maksudnya mengajak bercanda, tapi dinilai membahayakan oleh si Ayah, yang kelihatannya seorang Profesor pintar. Arpo pun disetel agar tidak membahayakan Daniel dan bertindak waspada terhadap hal-hal yang dinilai akan membahayakan Daniel. Apa yang terjadi kemudian? 

Arpo menjadi overprotektif. Semua yang dianggapnya membahayakan Daniel, akan disingkirkan. Benda-benda tajam, benda-benda yang ada di atas meja, pokoknya semua benda deh. Semuanya dibuang ke luar rumah. Coba bayangkan, rumah jadi kosong melompong. Itu belum cukup karena Daniel merangkak ke luar rumah. Arpo jadi kelimpungan. Dia mengejar-ngejar Daniel dan menjadi ancaman orang-orang karena menyingkirkan semua benda. Ada orang yang sedang memotong rumput, tiba-tiba mesin pemotong rumputnya menghilang karena Arpo menggunakan alat penghilang benda, saking bingungnya dia menyingkirkan benda-benda yang dianggapnya bakal membahayakan Arpo.

Arpo memang lucu. Pantas anak-anak suka. Saya pun iseng bertanya kepada anak-anak. "Kalian maunya diasuh Mama atau Arpo?" Apa jawaban mereka? Sungguh membuat saya syok. Mereka kompak menjawab, "ARPOOOO!!!!" Tepok jidat. 

Lalu, saya membaca status teman yang membagikan foto tentang sindiran ibu bekerja kepada ibu rumahan. Intinya, "Sarjana UI kok di rumah aja? Gak sayang tuh?" Lalu, si Ibu rumahan menjawab, "Mendingan anakku diasuh sarjana, daripada anakmu diasuh lulusan SD." Tanpa bermaksud memihak ibu rumahan, saya juga sering diejek seperti itu, karena memilih tidak bekerja untuk mengasuh anak-anak. Awal-awal, membuat saya "down" dan beberapa kali terpikir untuk kembali bekerja. Suami pun belakangan ini memasrahkan saja ke saya, kalau saya memang ingin kembali bekerja. Tapi, saya tidak tega meninggalkan anak-anak. Sulit pula mencari pengasuh anak yang mau mengasuh TIGA anak kecil-kecil.

Jika sudah tidak ada pengasuh anak yang diandalkan dan semua ibu memilih bekerja di kantor, dan jika robot Arpo benar-benar ada di pasaran, pasti ibu-ibu akan membelinya. Pertanyaannya, baguskah bila anak-anak diasuh oleh robot Arpo? Lah, itu saja anak-anak saya lebih memilih robot Arpo daripada ibunya. Hmm... setelah menyaksikan beberapa episode robot Arpo, rasanya dunia akan kacau balau jika pengasuhan anak berada di bawah kendali robot Arpo.

Pertama, Robot Arpo bekerja berdasarkan perintah yang tidak dapat mereka cerna dengan baik, hanya plek mengikuti perintah itu, benar maupun salah. Bayangkan, bagaimana jadinya seorang anak yang diasuh oleh robot yang kaku dan tidak berperasaan, serta hanya mengikuti perintah? 

Kedua, otak Robot Arpo tidak dikendalikan oleh dirinya sendiri melainkan orang lain, yang berarti kalau jatuh ke tangan orang jahat, robot Arpo bisa berbalik membahayakan anak-anak. 

Ketiga, namanya saja Robot, hanya sebuah mesin yang tak punya rasa kasih sayang. Jika anak-anak diasuh oleh benda mati yang tak mengajarkan kasih sayang, apakah anak-anak bisa menjadi manusia yang memiliki kasih sayang? 

Keempat, Arpo hanya menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya, dan tak punya inisiatif untuk bertindak di luar settingan. Apakah Arpo bisa menjawab pertanyaan anak-anak yang spontan? 

Kelima, di tayangan itu, Arpo tak bisa berbicara. Ini tentu tidak bagus untuk perkembangan bicara anak-anak. Dari mana anak akan belajar bicara kalau pengasuhnya tak bisa berbicara?

Ah, kali ini saya tidak mau berandai-andai. Cukuplah Arpo mengasuh anak-anak saya dari jam 6-6.30 sore :D Dengan kata lain, jangan remehkan seorang ibu yang memilih berada di rumah untuk mengasuh anak-anak karena pekerjaan itu juga penting, bahkan sebuah robot yang canggih seperti Arpo pun tak bisa menggantikan peran ibu. 


3 comments:

  1. yang paling bagus pasti dididik ortunya ya mbak, khususnya ibu yang sehari-hari ada dirumah dan dibantu ayah

    ReplyDelete
  2. Menurut saya pribadi, ada untung ruginya untuk punya robot seperti ARPO ini... Menurut saya :

    ARPO memang mempunyai banyak kelemahan seperti yang disebutkan diatas... Stephen Hawking pun pernah berkomentar akan bahanya AI (Artificial Intelligence) yang kedepannya ia takutkan dunia bisa menjadi seperti pada film Terminator atau film Star Wars yang bertemakan robot yang memberontak/jahat juga... (banyak juga film bertemakan robot yang jahat seperti Doraemon melawan robot jahat dan lain sebagainya)

    Memang itu hanyalah suatu ketakutan akan kemungkinan2 yang bisa terjadi... Namun apabila Ibu pernah melihat tayangan animasi Jepang, Ghost in the Shell, yang di suatu episode nya, memuat cerita tentang suatu drive yang berisi Matrix Jiwa, Ibu akan lebih bingung dan resah lagi...

    Namun banyak hari ini para generasi muda lebih memilih adanya asisten robot seperti ARPO, Robocop, dll dll dll. Dikarenakan karena kemampuan kinerja nya yang konsisten dibandingkan dengan manusia. Jadi walau poin2 di atas itu memang benar apa adanya, banyak yang mulai berpikir sebaliknya lho Ibu.... Kelemahan2 di atas malahan menurut mereka bisa "di-update" (begitulah suatu mesin...) lain dengan halnya manusia yang tidak semudah itu belajar atau menekuni suatu hal...

    Pribadi saya ? Saya suka ARPO karena kekonyolannya. Punya robot seperti ARPO ? Saya tidak keberatan... Paling bagus untuk anak memang dididik sesama manusia, tapi untuk urusan bersih2, cuci piring, urus kebun, bersihkan wc, yang monoton setiap hari, keliatannya cocok untuk ARPO... Untuk masakan saya lebih suka manusia yang bikin. Karena berbeda antara mesin dan manusia (contohnya sambal). Untuk urusan anak, tergantung sikon. Berbincang masalah robot, jaman sekarang pelajaran banyak menggunakan komputer, secara tidak langsung komputer sama dengan robot, hanya saja perbedaan nya pada interactive skill nya tidak ada pada komputer (tidak ada tangan dan kaki dan sebagainya).

    Ketakutan saya sama dengan Ibu... Ketika manusia yang mempunyai karakter dan jiwa, berasimilasi dengan mesin, apakah manusia itu sekarang ? manusia cybernetic atau mesin berjiwa ? Teman saya hanya jawab saya : tergantung cara orang2 berpikir... karena pandangan manusia selalu berubah seiring dengan waktu....

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^