Friday 5 July 2013

Mari Bicara: Weekend Murah dan Hangat

-->
Anak-anak senang loncat-loncat di atas kasur

Keluarga kami sudah terbiasa berakhir pekan di luar rumah, entah mengunjungi obyek wisata, mall, atau silaturahmi ke rumah saudara. Maklum, sehari-hari saya hanya di rumah, sebagai ibu rumah tangga. Jadi, kalau akhir pekan, maunya jalan-jalan. Suami saya juga tipe orang yang tidak betah di rumah. Anak-anak pun hapal, kalau akhir pekan pasti minta jalan-jalan. Namun, belakangan ini kami harus berhemat. Ya, biarpun hanya jalan-jalan ke mall, tetap ada biayanya. Minimal ongkos bensin Rp 100 ribu, ongkos makan siang di food court Rp 150 ribu. Sering kali kami bertekad tidak akan belanja, tapi toh akhirnya mampir juga ke Swalayan untuk belanja sembako.

Rasanya aneh ketika di hari Sabtu itu, suami saya berkata, “Hari ini kita gak jalan-jalan ya…. Gak ada uangnya….” Sebenarnya saya sudah paham, kondisi keuangan sedang tidak memungkinkan untuk bersenang-senang. Kami baru saja merenovasi rumah yang biayanya ditutup dengan meminjam saudara. Suami harus melunasinya. Belum lagi membayar cicilan-cicilan kredit rumah, mobil, dan lain-lain. Uang gaji langsung habis dalam sekejap. Saya memang memegang uang belanja kebutuhan sehari-hari, tapi sudah dicukupkan untuk sebulan. Kalau sampai defisit, bisa-bisa di akhir bulan, kami tidak makan. Anak-anak yang sudah saya pakaikan baju bagus, bertanya, “Mah, kita mau jalan-jalan, ya?” Saya hanya  mengembuskan napas panjang, sambil menggelengkan kepala.
Hari itu sungguh tidak menyenangkan. Saya juga sudah merasa jenuh di rumah terus. Suami dan anak-anak pun terlihat lesu. Rumah kami memang terletak di komplek perumahan yang sepi, jadi memang membosankan kalau di rumah terus. Bukan main tidak enaknya perasaan saya. Kegiatan jalan-jalan adalah salah satu sarana untuk mendekatkan hati kami. Suami saya selalu berangkat pagi dan pulang malam. Anak-anak pernah “tidak mengenal” ayahnya, saking jarangnya bercengkerama. Kalau di rumah pun, suami saya lebih sibuk dengan gadget atau televisi. Jadi, kapan lagi kami bisa mendekatkan hati?
Daripada bad mood, saya ke dapur saja. Melihat-lihat isi kulkas, ada apa ya? Syukurlah masih ada tepung, beberapa butir telur, sisa margarin, keju, dan meisis. Saya terpikir untuk membuat kue.  Sambil menunggu kue matang, saya membuat teh manis dari Sari Wangi. Sidiq suka banget teh manis. Kalau melihat ada bungkus Sari Wangi, pasti dia minta dibuatkan teh. Satu jam kemudian, saya menemui suami dan anak-anak yang sedang menonton televisi dengan lesu. Acara televisi juga membosankan. Suami menonton televisi sambil memainkan BB-nya. Anak yang sulung juga asyik dengan Tablet, dan yang tengah memainkan I Phone. Aiih… memiliki banyak gadget seperti itu justru membuat kami kehilangan komunikasi.
Televisi sepertinya tidak ditonton, jadi saya matikan saja. “Nih, lihaaat… Mama bikin kueee…” seru saya, seraya memperlihatkan kue kukus pelangi (tapi warnanya hanya merah dan hijau). Anak-anak senang sekali, dan tanpa sadar meninggalkan gadgetnya. Saya menuangkan teh manis Sari Wangi ke cangkir mereka, satu per satu. Suami saya masih memainkan BB-nya, sampai dia meletakkannya karena baterainya habis. Dia ikut mengambil kue dan meminum teh manis. Lima belas menit saja waktu yang dibutuhkan untuk kehangatan ini. Kue yang hilang dalam sekejap dan cangkir teh yang kosong. Anak-anak berceloteh tentang apa saja. Ah, senangnya mendengarkan cerita mereka. Tak perlu ke mall untuk mendapatkan kehangatan ini. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini disertakan dalam Momen 15 menit Sari Wangi. Yuk, ikutan juga. Jangan llupa vote tulisanku ya, Maks :D 
http://mari-bicara.com/momen/weekend-murah-dan-hangat.html

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentarnya. Mohon maaf, komentar SPAM dan mengandung link hidup, akan segera dihapus ^_^